top of page

Degradasi Lahan: Pengertian dan Penyebabnya

  • Gambar penulis: WasteX
    WasteX
  • 4 hari yang lalu
  • 5 menit membaca

Kesehatan bumi adalah fondasi utama bagi kelangsungan kehidupan manusia, dan ancaman terbesar yang bergerak secara senyap adalah degradasi lahan. Secara esensial, degradasi lahan adalah sebuah proses yang secara progresif merusak kualitas sumber daya alam, khususnya tanah, dan mengurangi kemampuan ekosistem untuk menyediakan jasa lingkungan hidup yang vital. 


Degradasi ini tidak hanya bersifat teknis: ia berdampak langsung terhadap ketahanan pangan global dan nasional, serta menjadi pemicu bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor, yang merupakan manifestasi nyata dari ketidakstabilan ekologi akibat krisis sumber daya.


Di Indonesia, skala masalah ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dan memerlukan intervensi mendesak. Data menunjukkan bahwa negara ini menghadapi tantangan luar biasa dengan 14 juta ha lahan kritis. Angka ini baru sebagian kecil dari total kerusakan yang ada, karena estimasi yang lebih komprehensif menunjukkan bahwa total lahan terdegradasi di Indonesia telah mencapai sekitar 48,3 juta ha, setara dengan lebih dari seperempat luas total wilayah negara. 


Kerusakan ini mewujud dalam bentuk lahan yang tidak produktif atau lahan telantar (lahan tidur), yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, namun kini justru menjadi sumber kerentanan. Fenomena lahan terdegradasi juga mencakup lahan gambut, di mana dari sekitar 14,9 juta ha lahan gambut di Indonesia, kurang lebih 3,74 juta ha atau sekitar 25,1% telah terdegradasi.


Lahan-lahan yang telah kehilangan fungsi produktifnya ini memiliki konsekuensi ganda. Pertama, terjadi penurunan produktivitas pertanian secara signifikan, yang mengancam mata pencaharian petani dan ketersediaan pangan. Kedua, lahan terdegradasi ini, terutama lahan gambut yang telah rusak, menjadi sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang besar karena rentan terhadap kebakaran, khususnya selama musim kemarau panjang. 


Kenyataan ini menggarisbawahi bahwa krisis lahan bukan hanya isu lokal pertanian, tetapi juga isu makro iklim dan keberlanjutan.


degradasi lahan

Penyebab Degradasi Lahan 

Untuk memahami mengapa fenomena degradasi lahan adalah masalah yang masif, kita harus menelusuri akar penyebab degradasi lahan yang kompleks, yang melibatkan baik faktor ekologis maupun sosial-ekonomi. 


Salah satu faktor pendorong utama adalah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan potensi dan daya dukung lingkungan, serta konversi hutan yang tidak terkontrol. Pembukaan hutan untuk perkebunan, pertambangan, atau permukiman seringkali diikuti oleh praktik pengelolaan lahan yang kurang tepat, mengakibatkan erosi, kehilangan lapisan tanah atas (top soil), dan berkurangnya kesuburan.


Dampak dari konversi hutan dan penggunaan lahan yang tidak bijak ini telah terakumulasi selama puluhan tahun, menciptakan defisit ekologis yang sulit dipulihkan. Masalah ini diperparah oleh konflik mendasar dalam pembangunan: dorongan untuk mencapai target produksi ekonomi yang tinggi, terutama dalam sektor pertanian intensif, seringkali dibarengi dengan penurunan produktivitas biologis tanah. 


Para petani, meskipun menyadari dampak negatif yang dihasilkan oleh praktik penanaman intensif terhadap sistem ekologis, seringkali tetap melakukannya karena didorong oleh tujuan efisiensi dan target produksi maksimal dalam jangka pendek. Ini adalah konflik insentif yang menghasilkan lingkaran setan degradasi. 


Pencapaian target produksi jangka pendek mengorbankan kesuburan tanah jangka panjang, menciptakan kebutuhan mendesak akan solusi yang mampu menyeimbangkan tuntutan ekonomi dengan kesehatan ekologi.


Selain eksploitasi dan pertanian yang tidak berkelanjutan, penyebab degradasi lahan juga mencakup pencemaran serius dari aktivitas industri. Pengembangan sektor industri berpotensi menimbulkan dampak negatif yang meluas terhadap lingkungan hidup pertanian. Misalnya, limbah cair dengan kandungan logam berat beracun, seperti Timbal (Pb), Nikel (Ni), Kadmium (Cd), dan Merkuri (Hg), dapat menyebabkan pencemaran dan mempercepat degradasi lahan adalah sebuah konsekuensi yang harus ditanggung. 


Demikian pula, gas buang industri, seperti sulfur dioksida (SO2), dapat menyebabkan hujan asam yang merusak lahan.


Kombinasi dari alih fungsi lahan yang masif, praktik pertanian intensif yang menguras hara, dan kontaminasi oleh limbah industri menegaskan perlunya perubahan fundamental dalam pengelolaan lahan. 


Upaya strategis untuk menghindari degradasi harus mencakup penerapan pola usaha tani konservasi, seperti agroforestri atau pertanian terpadu, serta adopsi pola pertanian organik yang ramah lingkungan. 


Perubahan ini harus didasarkan pada komitmen untuk sustainable development, yaitu upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi untuk menjamin mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.


Biochar sebagai Langkah Restoratif untuk Lahan Terdegradasi

Mengingat skala kerusakan yang telah mencapai puluhan juta ha, solusi restoratif harus bersifat revolusioner, efisien, dan berkelanjutan. Di sinilah biochar hadir menjadi sumber harapan baru bagi pemulihan lahan kritis di Indonesia. 


Biochar adalah sejenis arang karbon stabil yang diproduksi melalui proses pirolisis, yaitu pembakaran biomassa (seperti limbah kayu atau sisa panen) pada suhu tinggi dengan minimnya oksigen. Proses ini bukan hanya mengubah limbah menjadi produk bernilai tambah, tetapi juga menawarkan mekanisme mitigasi perubahan iklim.


Keunggulan utama biochar terletak pada kemampuannya untuk mendukung perbaikan fisik dan kimia tanah secara fundamental. Secara teknis, biochar berkontribusi besar dalam rehabilitasi lahan terdegradasi melalui beberapa mekanisme penting:


Pertama, biochar meningkatkan struktur tanah dengan menaikkan porositas dan kapasitas retensi air. Struktur berpori ini memungkinkan tanah menyerap dan menyimpan air lebih efektif, sebuah faktor krusial untuk memitigasi risiko kekeringan dan memastikan pasokan air yang stabil bagi tanaman, khususnya di lahan yang rentan terhadap erosi atau kekeringan.


Kedua, biochar secara signifikan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, yang merupakan kemampuan tanah untuk menahan dan menyediakan unsur hara esensial bagi tanaman, termasuk nitrogen, fosfor, dan kalium, serta unsur hara mikro. Dengan nutrisi yang lebih optimal dan ketersediaan yang lebih lama, penurunan produktivitas lahan dapat dibalik, dan pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat dan subur.


Ketiga, biochar bertindak sebagai penyangga pH, membantu menstabilkan tingkat keasaman tanah agar tetap optimal untuk pertumbuhan vegetasi. Kemampuan penyangga pH ini sangat bermanfaat untuk rehabilitasi lahan yang bersifat asam atau yang telah terkontaminasi oleh polutan. 


Dengan demikian, biochar mempercepat proses perbaikan tanah dan meningkatkan keberhasilan program penanaman pohon dalam reboisasi.


Aspek ekonomi sirkular dari biochar sangat vital. Limbah biomassa, termasuk sisa kayu hutan yang mungkin dihasilkan dari konversi hutan atau kegiatan penebangan, dapat diolah menjadi biochar. 


Hal ini memutus siklus di mana limbah tersebut biasanya dibiarkan membusuk atau dibakar terbuka, yang pada gilirannya menghasilkan emisi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) ke atmosfer. Dengan mengubah limbah tersebut menjadi sumber karbon stabil yang tersimpan di dalam tanah, biochar memberikan manfaat ganda: perbaikan tanah dan kontribusi signifikan terhadap mitigasi perubahan iklim.


biochar adalah langkah restoratif untuk masalah degradasi lahan
Biochar

Kesimpulan

Adopsi biochar adalah langkah konkret menuju praktik pengelolaan lahan yang adaptif terhadap perubahan iklim. Selain manfaat langsungnya terhadap kesuburan tanah, penggunaan biochar membantu mengurangi emisi gas rumah kaca karena karbon yang terperangkap dalam arang tidak mudah dilepaskan ke atmosfer. 


Manfaat ini selaras dengan program mitigasi iklim nasional, seperti Indonesia FOLU Net Sink 2030, yang bertujuan mencapai keseimbangan emisi dan serapan karbon dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan.


Secara keseluruhan, tantangan degradasi lahan adalah krisis sistemik yang mengancam sumber daya alam dan kehidupan manusia. Krisis yang dipercepat oleh penyebab degradasi lahan berupa eksploitasi dan kegagalan pengelolaan lahan ini memerlukan jawaban yang terpadu. 


Biochar, yang mengubah limbah menjadi sumber daya restoratif bagi lahan kritis, menawarkan jalan keluar yang realistis. Mengintegrasikan teknologi biochar ke dalam strategi nasional sustainable development adalah investasi wajib yang tidak hanya akan membalikkan tren penurunan produktivitas, tetapi juga memperkuat ketahanan ekologis dan ekonomi bangsa bagi generasi mendatang. 


Dengan kebijakan yang tepat dan adopsi inovasi ini, Indonesia dapat mengubah krisis puluhan juta ha lahan yang terdegradasi menjadi peluang untuk membangun pertanian yang lebih hijau dan berkelanjutan.


Komentar


bottom of page