top of page

Herbisida Sistemik: Pengertian dan Efek Sampingnya

  • Gambar penulis: WasteX
    WasteX
  • 30 menit yang lalu
  • 4 menit membaca

Pengendalian gulma merupakan komponen agronomi yang sangat krusial dalam upaya memaksimalkan hasil panen, terutama pada sektor pangan dan perkebunan di Indonesia. Gangguan gulma diketahui dapat menyebabkan kerugian hasil panen yang sangat bervariasi, namun tercatat sangat signifikan. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa penurunan produksi pada tanaman padi sawah dapat mencapai kisaran 15% hingga 42%, bahkan mencapai 47% hingga 87% pada padi gogo, sebuah angka yang secara nasional menunjukkan ancaman ekonomi serius bagi ketahanan pangan. 


Kenyataan ini mendorong perlunya penggunaan herbisida yang intensif dan efisien. Dalam konteks perkebunan skala besar, seperti kelapa sawit, efisiensi pengendalian gulma menjadi prasyarat untuk menekan biaya tenaga kerja sekaligus mempertahankan produktivitas tanaman inti tetap tinggi. 


Herbisida sistemik telah diposisikan sebagai salah satu teknologi paling penting karena tingkat efikasi dan kemudahan penggunaannya. Keputusan untuk menggunakan herbisida sistemik, meski mungkin tidak menunjukkan efek visual secepat herbisida kontak adalah keputusan strategis yang mengarah pada pengurangan Total Biaya Kepemilikan (TCO) dalam jangka panjang karena pengendaliannya yang lebih tuntas.


herbisida sistemik

Perbedaan Herbisida Sistemik dan Herbisida Kontak

Herbisida sistemik dibedakan secara fundamental dari herbisida kontak melalui cara kerja translokasinya. Herbisida kontak hanya mematikan jaringan atau bagian gulma pada tanaman yang terpapar langsung oleh larutan herbisida. 


Sebaliknya, herbisida sistemik diserap, baik melalui tajuk tanaman maupun tanah, dan kemudian didistribusikan ke seluruh bagian gulma melalui sistem vaskular (translokasi), bergerak dari atas ke bawah atau sebaliknya. 


Keunggulan utama dari translokasi ini adalah kemampuannya untuk memindahkan konsentrasi racun ke bagian gulma yang tidak terjangkau semprotan, terutama sistem perakaran yang luas dan dalam. Hal ini menjadikannya efektif untuk mengatasi gulma perennial yang sulit dikendalikan.


Berikut adalah perbandingan mendalam yang menjelaskan mengapa herbisida sistemik sering kali merupakan pilihan yang lebih strategis untuk manajemen gulma jangka panjang dibandingkan herbisida kontak.


Tabel 1.

Diferensiasi Kinerja Herbisida: Sistemik vs. Kontak

Karakteristik

Herbisida Sistemik (Ditranslokasikan)

Herbisida Kontak (Tidak Ditranslokasikan)

Relevansi Agronomi

Cara Kerja

Diserap dan menyebar ke seluruh bagian gulma (akar, batang, daun).

Mematikan jaringan yang terkena kontak langsung.

Menentukan target: Akar dalam vs. Permukaan.

Kecepatan Reaksi

Lambat (membutuhkan waktu untuk translokasi).

Sangat cepat (efek "bakar").

Mempengaruhi keputusan waktu aplikasi.

Efektivitas Gulma Perennial

Tinggi (mampu membunuh akar alang alang dan golongan teki).

Rendah (hanya efektif jika digunakan untuk mengendalikan gulma muda).

Kriteria utama pemilihan untuk gulma perennial.

Bahan Aktif Umum

Bahan aktif ipa glifosat, Picloram.

Parakuat.

Klasifikasi umum.

Efek Samping Penggunaan Herbisida Sistemik

Meskipun penggunaan herbisida sistemik, seperti glifosat sangat penting untuk efisiensi produksi, intensitas aplikasinya telah memicu masalah residu lingkungan dan kesehatan.

Glifosat merupakan salah satu jenis bahan aktif yang sisa-sisanya dapat mencemari air tanah. Lebih lanjut, residu herbisida, termasuk glifosat, telah ditemukan pada lahan tanaman padi, mengindikasikan bahwa kontaminasi dapat terjadi melalui media air irigasi atau aplikasi langsung.


Tingginya permintaan global terhadap produk pertanian yang aman mendorong regulasi yang semakin ketat terkait ambang batas residu kimia. Hal ini menciptakan dilema bagi produsen: mereka membutuhkan herbisida sistemik yang kuat untuk memastikan pengendalian gulma yang optimal guna mencapai produktivitas tinggi, namun di saat yang sama harus memenuhi standar bebas residu yang ketat di pasar internasional. 


Oleh karena itu, penerapan Good Agricultural Practice (GAP) saja tidak lagi cukup, diperlukan solusi teknologi mitigasi yang mampu menetralkan atau menstabilkan residu bahan aktif di dalam tanah. Kebutuhan inilah yang menjadikan amandemen tanah berbasis biochar sangat relevan dan mendesak.


Biochar: Pembenah Tanah dan Detoksifikasi Lingkungan Pertanian

Biochar, atau arang hayati, adalah bahan kaya karbon yang dihasilkan dari proses pirolisis biomassa dalam kondisi oksigen terbatas. Dalam ilmu tanah, biochar tidak hanya dilihat sebagai penangkap karbon, tetapi juga sebagai amelioran yang mampu meningkatkan kualitas tanah yang terdegradasi


Penelitian menunjukkan bahwa biochar sekam padi (salah satu jenis biochar) dapat meningkatkan karakteristik kimia tanah masam seperti Inceptisol, misalnya dengan menaikkan nilai pH dari 4.97 unit menjadi 5.27 unit. Selain itu, biochar mampu meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) secara signifikan, dari 30.25 me/100 g menjadi 48.49 me/100 g.


Peran biochar dalam mitigasi residu herbisida berjalan melalui dua mekanisme utama. Mekanisme pertama adalah adsorpsi. Biochar berfungsi sebagai chemical sink di dalam tanah. Adsorpsi yang sangat tinggi ini secara efektif menstabilkan glifosat di matriks tanah, mencegah pelindian racun ke air tanah dan mengurangi ketersediaan glifosat untuk diserap kembali oleh tanaman, sehingga mengatasi permasalahan residu.


Mekanisme kedua yang ditawarkan biochar adalah percepatan biodegradasi atau disipasi aktif residu kimia. Percepatan biodegradasi ini mengindikasikan bahwa biochar tidak hanya menjebak residu, tetapi juga memfasilitasi detoksifikasi aktif. Perubahan dramatis ini diyakini disebabkan oleh kemampuan biochar untuk menyediakan lingkungan yang optimal bagi mikroorganisme pendegradasi herbisida, mengubah jalur biodegradasi kimia tersebut. 


Biochar juga terbukti mengurangi toksisitas herbisida terhadap organisme indikator seperti cacing tanah, mendukung ekosistem tanah yang lebih sehat secara keseluruhan, yang esensial untuk pengendalian gulma yang berkelanjutan. 


biochar sebagai solusi pencemaran air tanah dan irigasi akibat herbisida sistemik
Biochar

Kesimpulan

Herbisida sistemik adalah salah satu pendekatan agronomis paling efektif untuk mencapai pengendalian gulma yang efisien dan tuntas, terutama untuk menaklukkan gulma bandel seperti alang-alang yang menjadi masalah utama di kelapa sawit. Keberhasilan ini terletak pada cara kerja translokasi yang memastikan pembasmian hingga ke perakaran. 


Meskipun demikian, efisiensi bahan aktif ipa glifosat membawa risiko akumulasi residu yang harus dikelola secara proaktif. Biochar terbukti menjadi amelioran lingkungan yang sangat efektif. Biochar tidak hanya memperbaiki sifat fisikokimia tanah tropis yang sering bermasalah (meningkatkan pH dan KTK), tetapi juga secara luar biasa mampu mengadsorpsi glifosat hingga lebih dari 94% dan mempercepat disipasi metabolit herbisida lainnya secara drastis.


Komentar


bottom of page